Etika
Profesi Akuntansi
Salah
satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah
tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh
karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada
kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan
publik, setiap praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan
kode etik profesi yang diatur dalam kode etik ini.
1
Etika dalam Auditing
Menurut
mulyadi (2010) Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan
oleh seorang yang kompeten dan independen. Profesi akuntan memegang peranan
yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal
tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik
merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan.
1.1
Kepercayaan Publik
Kepercayaan
masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik di mana hasil pekerjaan audit
digunakan sebagai tolak ukur terhadap kesesuaian suatu informasi keuangan.
Kepercayaan akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor
ternyata diragukan, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan
oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat dianggap dapat mempengaruhi sikap
independensi tersebut.
1.2
Tanggung Jawab Auditor kepada publik
IAI
menyatakan pengakuan Profesi akuntan terhadap publik memiliki peranan yang
sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan
menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi
yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk
memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan
profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan
memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta
menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas
kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
Akuntan
publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan
keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui
hubungan antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik yang independen
memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan
pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai ”a public watchdog
function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan harus
mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi
kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik kepentingan
antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor. bahwa seorang
akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara
yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara
akuntan publik dan klien.
Ketika
auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat
konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan
untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan
keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary
responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik dan
sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga
kepercayaan dari publik.
1.3
Tanggung Jawab dasar Auditor
Auditor independen juga memiliki tanggung jawab
terhadap profesi mereka. Tanggung jawab ini meliputi tanggung jawab untuk
mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati bersama oleh anggota Ikatan
Akuntan Indonesia. Termasuk tanggung jawab untuk mematuhi prinsip akuntansi
yang berlaku umum, standar auditing yang ditetapkan IAI, dan Kode Etik Akuntan
Indonesia.
Auditor
merupakan seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit
atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Tanggung
jawab auditor adalah sebagai berikut (Elder, J, Mark S. Beasley, dkk. 2012:
- Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
- Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
- Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
- Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
- Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan
1.4
Independensi Auditor
Dalam
menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikapmental
independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam
standar professional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Terdapat tiga
aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut (Elder, J, Mark S.
Beasley, dkk. 2012) :
- Independence in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
- Independence in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
- Independence in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Untuk
menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap
kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan
kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan
terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar
perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung,
profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai
tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas
mereka.
Dalam
melaksanakan proses audit, akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan
para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang
disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap
independen terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun
terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri.
Penilaian
masyarakat atas independensi auditor independen bukan pada diri auditor secara
keseluruhan. Oleh karena itu, apabila seorang auditor independen atau suatu
Kantor Akuntan Publik lalai atau gagal mempertahankan sikap independensinya,
maka kemungkinan besar anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak
independen. Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya
kredibilitas masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor independen..
Oleh
karena itu, dalam menjalankan tugas auditnya, seorang auditor tidak hanya
dituntut untuk memiliki keahlian saja, tetapi juga dituntut untuk bersikap
independen. Walaupun seorang auditor mempunyai keahlian tinggi, tetapi dia
tidak independen, maka pengguna laporan keuangan tidak yakin bahwa informasi
yang disajikan itu kredibel.
Independensi
secara esensial merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh
pendekatan integritas dan obyektivitas tugas profesionalnya. Hal ini senada
dengan America Institute of Certified Public Accountant (AICPA)
menyatakan bahwa independensi adalah suatu kemampuan untuk bertindak
berdasarkan integritas dan objektivitas. Meskipun integritas dan objektivitas tidak
dapat diukur dengan pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang mendasar bagi
profesi akuntan publik. Integritas merupakan prinsip moral yang tidak memihak,
jujur, memandang dan mengemukakan fakta seperti apa adanya
1.5 Peraturan Pasar Modal dan Regulator
mengenai independensi akuntan publik.
Undang-Undang
Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih
spesifik yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar
modal memiliki perab yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.
Insititusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal
atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,
pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka
penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di
bidang pasar modal dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Ada beberapa
ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah
Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang
Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal. Ketentuan
tersebut memuat hal-hal sebagai berikut Jangka waktu Periode Penugasan
Profesional:
- Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
- Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
2
Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
Perkembangan
teknologi dan dunia usaha yang pesat mendorong timbulnya bidang-bidang khusus
(spesialisasi) akuntansi. Akuntansi juga tidak hanya bersifat keilmuan, namun
menjadi profesi yang mandiri. Ahli akuntansi juga dapat menduduki
jabatan-jabatan penting dalam perusahaan dan pemerintahan. Berdasarkan
tujuannya, bidang akuntansi terbagi atas: akuntansi keuangan, akuntansi
manajemen, akuntansi biaya, akuntansi pemeriksaan, akuntansi perpajak,
akuntansi penganggaran, akuntansi pemerintahan, dan sistem akuntansi.
Peranan
pajak dalam penerimaan negara adalah sangat penting, karena sebagian besar
sumber penerimaan negara berasal dari sektor pajak, pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat timbal balik
yang langsung dapat ditunjukan dan yang dapat digunakan untuk membayar
pengeluaran umum atau negara.
Akuntansi
perpajakan (tax accounting) adalah bidang akuntansi yang mencatat,
menggolongkan, mengihtisarkan serta menafsirkan transaksi-transaksi finansial
yang dilakukan oleh perusahaan dan bertujuan untuk menentukan jumlah
penghasilan kena pajak (penghasilan yang digunakan sebagai dasar penetapan
beban dan pajak penghasilan yang terutang) yang diperoleh atau diterima dalam
suatu tahun pajak untuk dipakai sebagai dasar penetapan beban dan/atau pajak
penghasilan yang terutang oleh perusahaan sebagai wajib
pajak. Dalam profesi akuntansi perpajakan terdapat jabatan TAX CONSULTANT.
Tax
consultant sebuah posisi jabatan penting sebagai ujung tombak dalam kaitan
dengan pajak. Tax consultant mempunyai tujuan, tanggung jawab,
hak, serta wewenang. Biasanya di dalam perusahaan yang besar bidang
keuangan dipimpin oleh seorang manajer keuangan. Manajer keuangan atau sering
disebut direksi keuangan melaporkan secara langsung kepada direktur keuangan atau
presiden direktur kemudian perusahaan menyerahkan laporannya kepada Direktorat
Jendral Pajak agar terhitung seberapa besar pajak yang harus ditanggung oleh
perusahaan.
2.1
Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Akuntan
pajak mempunyai beberapa tanggung jawab kepada publik, melalui pemerintah.
Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam suatu
kewajiban pajak. Suatu kewajiban pajak adalah suatu pernyataan atau deklarasi
atas sanksi dari kecurangan yang berkaitan dengan perpajakan, serta informasi
dari hasil penyajian laporan keuangan adalah benar, dan lengkap. Dalam Laporan
keuangan AICPA itu dari Responsibility Tax Preparers (SRTP)
dalam kewajiban Pajak Memposisikan 5.05 dan 5.06:
5.05 “Self assessment system perpajakan dapat berfungsi
secara efektif jika wajib pajak melaporkan hasil mereka pada suatu kewajiban
pajak secara benar, mengoreksi, dan melengkapi. Suatu kewajiban pajak adalah
suatu laporan wajib pajak fakta-fakta, dan wajib pajak mempunyai tanggung jawab
akhir untuk posisi-posisi menerima imbal hasil.”
5.06 “CPAS menetapkan bentuk cukai atas sistem
perpajakan seperti juga kepada klien-klien mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib
pajak tidak memiliki kewajiban untuk membayar lebih banyak pajak dibanding
dengan menurut hukum berhutang, dan CPA mempunyai suatu cukai kepada klien itu
untuk membantu dalam mencapai target.”
IRS
mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak.
Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa:
“suatu
sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi
pajak saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres,
Administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada
masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum”.
Direktur
praktik IRS, Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993:85) lebih menegaskan bahwa:
Ketika
secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan,
loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi
atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya
pervasive (peresapan)…Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal,
kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit.
Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang
berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem
pajak yang tertinggi…IRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam
mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan
kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Menurut
William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IRS
akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani
publik dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah:
Aturan
etika yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal
adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final.
Praktisi tidak berhak mengganti skala nilai kliennya.
Disamping
itu praktisi herus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah.
2.2
Etika Akuntan dalam Perpajakan
Statements
on Standards for Tax Services merupakan
pertimbangan etika umum yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax
Executive Committee of the AICPA yang interpretasinya menggantikan
SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000. Yang menarik adalah pada kalimat
pembukaannya: “Standar praktek adalah lingkup dari penyebutan diri sebagai
seorang profesional. Anggota harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai
profesional dengan mendukung dan mempertahankan standar yang dengan itu kinerja
profesionalnya bisa diukur”. Dalam kasus tersebut, indikasi terbaik dari
standar etika yang bisa dipenuhi oleh akuntan pajak bisa ditemukan dalam
standar tersebut.
Ada
6 (enam) standar yang ditunjukkan dalam SSTS, yaitu:
- Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
- Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika ini berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut poin 1.
- Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak ceroboh selama ini bisa diungkapkan.
- Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
- Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang “mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau;
- Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
Menurut
standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien untuk
mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika menandatangani
return, anda berarti menyatakan bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap.
Bila menandatanganinya berarti anda terlibat kebohongan.
Pajak
ditentukan oleh self-assessment dan pelaporan. Dalam konteks
tersebut, sikap adil yang bisa dilakukan setiap orang adalah dengan mengawasi
diri sendiri. Masyarakat kita sering menggunakan sistem kehormatan yang besar
dan ini bisa dijalankan ketika sebagian besar orang diatur oleh sistem
kehormatan tersebut. Ada sesuatu yang berlawanan dengan kejujuran dan
kesejahteraan publik saat ada upaya untuk mengelak dari tujuan hukum spesifik
yang memberikan batasan pada klien yang ingin menghindari pembayaran segmen
pajak yang adil. Sistem pajak dapat diselewengkan oleh akuntan dan perusahaan
akuntansi yang menggunakan skema penghindaran-pajak. Bagian implisit dari semua
ini adalah sebuah rekognisi tanggungjawab akuntan dan perusahaannya untuk
mempertahankan kejelasan sistem pajak–untuk menghasilkan keseimbangan antara
keuntungan pajak yang diinginkan dan loophole yang bisa
melemahkan sistem.
2.3
Kompleksitas Aturan Perpajakan dan Tuntutan Klien
Akuntan
dan perusahaan akuntansi perlu mengetahui tanggung jawabnya pada masyarakat
besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena profesionalismenya, untuk
mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering digunakan adalah nilai moral
personal dan standar plus sebuah kultur dalam perusahaan yang melarang
pelanggaran nilai etika dalam mencapai tujuan organisasi. Sebuah filosofi
manajemen kuat yang mempertegas tindakan etika dan komunikasi jelas dari
perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika menyebabkan kerugian klien,
akuntan tetap akan melakukan apa yang benar. Ancaman kehilangan lisensi akibat
tindakan tidak beretika adalah sebuah faktor, tapi ini bukanlah faktor primer.
Berbagai tantangan etika yang sering terjadi antara lain: kompleksitas dan
perubahan sifat dari hukum pajak, keterbatasan waktu untuk praktek, pengetahuan
tentang hukum pajak yang kompleks, tekanan dari klien untuk mengurangi
liabilitas pajak, dan kurangnya pemahaman klien terkait tanggungjawab
profesional dan potensi hukuman dari akuntan baik bagi praktisi pajak dan
pembayar pajak.Fungsi Pajak
Fungsi
Pajak terdiri dari dari dua fungsi yaitu:
- Fungsi Budgetair
Fungsi
Budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dalam mana
pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas
Negara berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku.
- Fungsi Regulerend
Fungsi
Regulerend disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap dari
fungsi utama yaitu budgetair. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat yang
digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh : pemerintah ingin
memberantas/mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan dikalangan generasi muda maka
pemerintah mengenakan pajak atas minuman keras dengan demikian harga menjadi
mahal dan diharapkan konsumsi minuman keras menjadi berkurang
Berikut
ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs
tuntutan klien.
- Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara
teori Indonesia menganut sistem klasik. Artinya, ada pembedaan subyek pajak.
Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam
pajak deviden adalah terjadi economic double taxation.
Pengertiannya, sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, dia merupakan laba
perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun, ketika
dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus
dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda
- Sengketa Pajak
Kalau
terjadi sengketa, yaitu hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda,
maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu
harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50% dari hitungan petugas pajak
sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Apabila hitungan WP yang
dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi. Malangnya, uang
restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh Fiscus. Jika uang
restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu arus kas para pengusaha.
Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP dengan aparat
pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara
bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai
adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar
sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.
- Tarif Pajak yang tinggi
Ketua
Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa
tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan
negara. Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan
untuk membayar hutang dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J
Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur. Banyak
kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana
mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah.
Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru
akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang
terjaring. Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit. Sehingga
membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dari petugas pajak.
Pada dasarnya terjadinya
kompleksitas antara aturan perpajakan
dengan tuntutan klien dikarenakan klien tidak ingin mengalami kerugian dalam
pembayara pajak, bahkan terkadang dapat melakukan kecurangan dalam perhitungan
pajaknya yang dapat pula kecurangan tersebut melibatkan petugas perpajakan,
maka disinilah diperlukannya peraturan perpajakan serta kode etik para petugas
perpajakan agar pajak yang seharusnya untuk Negara tidak diselewengkan.
Daftar
Pustaka
Armstrong,
Marry Beth. 1993. Ethics and professionalism for CPAs. South-Western
Publishing Co.
Bapepam.2002.”keputusan
BAPEPAM Kep-20/PM/2002”. Available at http://bapepam.go.id. Di unduh 7 November 2014
Elder,
J, Mark S. Beasley, dkk. 2012. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu
(Adaptasi Indonesia). Jakarta: Salemba Empat
Ikatan
Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba
Empat.
Mulyadi.
2010. Auditing. Edisi keenam. Jakarta : Salemba Empat.
pajak.go.id/
diunduh pada tanggal 7 november 2014.
Sekar
Mayangsari. 2013. Auditing. Edisi 1.
Jakarta : Media Bangsa.
Standar
Profesional Akuntan Publik. 2011. Institut
Akuntan Publik Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Salemba Empat.
Standar
Profesional Akuntan Publik. 1994. Standar
Auditing, Standar Atestasi, Standar Jasa Akuntansi dan Review. Yogyakarta :
Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.