Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI




Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnisyang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
1.      Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan terjadi apabila perusahaan atau pemilik perusahaan berada dalam kapasitas dan posisi yang memungkinkannya mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan pribadi atau perusahaan tanpa dilandasi pertimbangan yang adil dan objektif. Dalam kasus pebisnis menduduki posisi di pemerintahan atau lembaga legislatif, dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan yang disebut oleh Kernaghan dan Langford sebagai self-dealing. Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu berasal dari kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau legislatif. Benturan kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain seperti kekuatan keuangan dan kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki kedua hal itu meski berada di luar pemerintahan atau lembaga legislatif. Akibatnya, mereka bukan saja dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun juga perbuatan-perbuatan tercela.
Boleh jadi memang tidak selalu ada aturan formal yang khusus dibuat untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan. Namun terlepas dari ada atau tidaknya aturan formal, pelaku bisnis hendaknya tidak hanya melihat benturan kepentingan dari aspek legal formal semata. Harus pula dipertimbangkan masalah etika. Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Pelaku bisnis yang peduli kepada etika tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum, menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari tindakan-tindakan yang akan menghancurkan citra dan reputasi pelaku bisnis. Namun di samping ketiga hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga akan menghindari perilaku yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk dengan kekuasaan.
Ketidakpedulian terhadap etika bukan hanya akan berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga bagi perusahaan dan pelaku bisnis sendiri, seperti anjloknya reputasi serta harus dikeluarkannya untuk memulihkan reputasi yang hilang, yang seringkali amat mahal. Namun yang paling sulit dikembalikan adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap segala tindakan yang dilakukan pelaku bisnis di masa depan.

2. Etika Dalam Tempat Kerja
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi. Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1.      Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2.      Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3.      Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup.

3. Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi ketika perusahaan berskala Internasional yang sudah pasti memiliki banyak karyawan membuat suatu kebijakan yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya di perusahaan tersebut, maka dari itu seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang-matang mengenai kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik bagi perusahaan tersebut.
 4. Akuntabilitas Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
1.      Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan
2.      Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3.      Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
a.       Menentukan biaya dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik.
b.      Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan   manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi
c.       Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis dunia bisnis hidup ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab social yang dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang memperhatikan lingkungan.


5. Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja. Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis. Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
1.      Situasi darurat (emergency response),
2.      Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery),
3.      Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
4.      Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption),
5.      Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
6.      Manajemen krisis (crisis management).
Penanganan Krisis pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Sumber :
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/reputation-management/benturan-kepentingan-kekuasaan-dan-bisnis

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tugas 2




Etika Profesi Akuntansi
            Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan kode etik profesi yang diatur dalam kode etik ini.   

1          Etika dalam Auditing
         Menurut mulyadi (2010) Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.

1.1       Kepercayaan Publik
          Kepercayaan masyarakat umum  sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik di mana hasil pekerjaan audit digunakan sebagai tolak ukur terhadap kesesuaian suatu informasi keuangan. Kepercayaan akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata diragukan, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. 

1.2       Tanggung Jawab Auditor kepada publik
        IAI menyatakan pengakuan Profesi akuntan terhadap publik memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
      Akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai ”a public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang akuntan harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor. bahwa seorang akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara akuntan publik dan klien.
      Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.

1.3       Tanggung Jawab dasar Auditor
           Auditor independen juga memiliki tanggung jawab terhadap profesi mereka. Tanggung jawab ini meliputi tanggung jawab untuk mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati bersama oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia. Termasuk tanggung jawab untuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum, standar auditing yang ditetapkan IAI, dan Kode Etik Akuntan Indonesia. 
Auditor merupakan seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Tanggung jawab auditor adalah sebagai berikut (Elder, J, Mark S. Beasley, dkk. 2012:
  1. Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
  2. Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
  3. Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
  4. Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
  5. Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan
1.4       Independensi Auditor
      Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikapmental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Terdapat tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut (Elder, J, Mark S. Beasley, dkk. 2012) :
  1. Independence in fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
  2. Independence in appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
  3. Independence in competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
            Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka. 
          Dalam melaksanakan proses audit, akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri.
Penilaian masyarakat atas independensi auditor independen bukan pada diri auditor secara keseluruhan. Oleh karena itu, apabila seorang auditor independen atau suatu Kantor Akuntan Publik lalai atau gagal mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan besar anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen. Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor independen..
Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas auditnya, seorang auditor tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian saja, tetapi juga dituntut untuk bersikap independen. Walaupun seorang auditor mempunyai keahlian tinggi, tetapi dia tidak independen, maka pengguna laporan keuangan tidak yakin bahwa informasi yang disajikan itu kredibel.
         Independensi secara esensial merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh pendekatan integritas dan obyektivitas tugas profesionalnya. Hal ini senada dengan America Institute of Certified Public Accountant (AICPA) menyatakan bahwa independensi adalah suatu kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan objektivitas. Meskipun integritas dan objektivitas tidak dapat diukur dengan pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang mendasar bagi profesi akuntan publik. Integritas merupakan prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan mengemukakan fakta seperti apa adanya 

1.5       Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai independensi akuntan publik.
           Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar modal memiliki perab yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Insititusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Ada beberapa ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal. Ketentuan tersebut memuat hal-hal sebagai berikut Jangka waktu Periode Penugasan Profesional:
  1. Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
  2. Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.

2          Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
        Perkembangan teknologi dan dunia usaha yang pesat mendorong timbulnya bidang-bidang khusus (spesialisasi) akuntansi. Akuntansi juga tidak hanya bersifat keilmuan, namun menjadi profesi yang mandiri. Ahli akuntansi juga dapat menduduki jabatan-jabatan penting dalam perusahaan dan pemerintahan. Berdasarkan tujuannya, bidang akuntansi terbagi atas: akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, akuntansi biaya, akuntansi pemeriksaan, akuntansi perpajak, akuntansi penganggaran, akuntansi pemerintahan, dan sistem akuntansi.
           Peranan pajak dalam penerimaan negara adalah sangat penting, karena sebagian besar sumber penerimaan negara berasal dari sektor pajak, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat timbal balik yang langsung dapat ditunjukan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum atau negara.
        Akuntansi perpajakan (tax accounting) adalah bidang akuntansi yang mencatat, menggolongkan, mengihtisarkan serta menafsirkan transaksi-transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan dan bertujuan untuk menentukan jumlah penghasilan kena pajak (penghasilan yang digunakan sebagai dasar penetapan beban dan pajak penghasilan yang terutang) yang diperoleh atau diterima dalam suatu tahun pajak untuk dipakai sebagai dasar penetapan beban dan/atau pajak penghasilan yang terutang oleh perusahaan sebagai wajib pajak. Dalam profesi akuntansi perpajakan terdapat jabatan TAX CONSULTANT.
     Tax consultant sebuah posisi jabatan penting sebagai ujung tombak dalam kaitan dengan pajak.  Tax consultant mempunyai tujuan, tanggung jawab, hak, serta wewenang.  Biasanya di dalam perusahaan yang besar bidang keuangan dipimpin oleh seorang manajer keuangan. Manajer keuangan atau sering disebut direksi keuangan melaporkan secara langsung kepada direktur keuangan atau presiden direktur kemudian perusahaan menyerahkan laporannya kepada Direktorat Jendral Pajak agar terhitung seberapa besar pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan.

2.1       Tanggung Jawab Akuntan Pajak
       Akuntan pajak mempunyai beberapa tanggung jawab kepada publik, melalui pemerintah. Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam suatu kewajiban pajak. Suatu kewajiban pajak adalah suatu pernyataan atau deklarasi atas sanksi dari kecurangan yang berkaitan dengan perpajakan, serta informasi dari hasil penyajian laporan keuangan adalah benar, dan lengkap. Dalam Laporan keuangan AICPA itu dari Responsibility Tax Preparers (SRTP) dalam kewajiban Pajak Memposisikan 5.05 dan 5.06:

5.05 “Self assessment system perpajakan dapat berfungsi secara efektif jika wajib pajak melaporkan hasil mereka pada suatu kewajiban pajak secara benar, mengoreksi, dan melengkapi. Suatu kewajiban pajak adalah suatu laporan wajib pajak fakta-fakta, dan wajib pajak mempunyai tanggung jawab akhir untuk posisi-posisi menerima imbal hasil.”

5.06 “CPAS menetapkan bentuk cukai atas sistem perpajakan seperti juga kepada klien-klien mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib pajak tidak memiliki kewajiban untuk membayar lebih banyak pajak dibanding dengan menurut hukum berhutang, dan CPA mempunyai suatu cukai kepada klien itu untuk membantu dalam mencapai target.”

IRS mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa:
suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres, Administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum”.

Direktur praktik IRS, Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993:85) lebih menegaskan bahwa:
Ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan)…Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi…IRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.

Menurut William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IRS akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah:
Aturan etika yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak mengganti skala nilai kliennya.
Disamping itu praktisi herus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah.

2.2       Etika Akuntan dalam Perpajakan
         Statements on Standards for Tax Services merupakan pertimbangan etika umum yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax Executive Committee of the AICPA yang interpretasinya menggantikan SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000. Yang menarik adalah pada kalimat pembukaannya: “Standar praktek adalah lingkup dari penyebutan diri sebagai seorang profesional. Anggota harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai profesional dengan mendukung dan mempertahankan standar yang dengan itu kinerja profesionalnya bisa diukur”. Dalam kasus tersebut, indikasi terbaik dari standar etika yang bisa dipenuhi oleh akuntan pajak bisa ditemukan dalam standar tersebut.
Ada 6 (enam) standar yang ditunjukkan dalam SSTS, yaitu:
  1. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
  2. Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika ini berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut poin 1.
  3. Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak ceroboh selama ini bisa diungkapkan.
  4. Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
  5. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang “mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau;
  6. Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
        Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien untuk mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika menandatangani return, anda berarti menyatakan bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila menandatanganinya berarti anda terlibat kebohongan.
              Pajak ditentukan oleh self-assessment dan pelaporan. Dalam konteks tersebut, sikap adil yang bisa dilakukan setiap orang adalah dengan mengawasi diri sendiri. Masyarakat kita sering menggunakan sistem kehormatan yang besar dan ini bisa dijalankan ketika sebagian besar orang diatur oleh sistem kehormatan tersebut. Ada sesuatu yang berlawanan dengan kejujuran dan kesejahteraan publik saat ada upaya untuk mengelak dari tujuan hukum spesifik yang memberikan batasan pada klien yang ingin menghindari pembayaran segmen pajak yang adil. Sistem pajak dapat diselewengkan oleh akuntan dan perusahaan akuntansi yang menggunakan skema penghindaran-pajak. Bagian implisit dari semua ini adalah sebuah rekognisi tanggungjawab akuntan dan perusahaannya untuk mempertahankan kejelasan sistem pajak–untuk menghasilkan keseimbangan antara keuntungan pajak yang diinginkan dan loophole yang bisa melemahkan sistem.

2.3       Kompleksitas Aturan Perpajakan dan Tuntutan Klien
         Akuntan dan perusahaan akuntansi perlu mengetahui tanggung jawabnya pada masyarakat besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena profesionalismenya, untuk mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering digunakan adalah nilai moral personal dan standar plus sebuah kultur dalam perusahaan yang melarang pelanggaran nilai etika dalam mencapai tujuan organisasi. Sebuah filosofi manajemen kuat yang mempertegas tindakan etika dan komunikasi jelas dari perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika menyebabkan kerugian klien, akuntan tetap akan melakukan apa yang benar. Ancaman kehilangan lisensi akibat tindakan tidak beretika adalah sebuah faktor, tapi ini bukanlah faktor primer.
             Berbagai tantangan etika yang sering terjadi antara lain: kompleksitas dan perubahan sifat dari hukum pajak, keterbatasan waktu untuk praktek, pengetahuan tentang hukum pajak yang kompleks, tekanan dari klien untuk mengurangi liabilitas pajak, dan kurangnya pemahaman klien terkait tanggungjawab profesional dan potensi hukuman dari akuntan baik bagi praktisi pajak dan pembayar pajak.Fungsi Pajak
Fungsi Pajak terdiri dari dari dua fungsi yaitu:
  • Fungsi Budgetair
Fungsi Budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku.
  • Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama yaitu budgetair. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh : pemerintah ingin memberantas/mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan dikalangan generasi muda maka pemerintah mengenakan pajak atas minuman keras dengan demikian harga menjadi mahal dan diharapkan konsumsi minuman keras menjadi berkurang
Berikut ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien.
  1. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesia menganut sistem klasik. Artinya, ada pembedaan subyek pajak. Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak deviden adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda
  1.  Sengketa Pajak
Kalau terjadi sengketa, yaitu hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50% dari hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Apabila hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi. Malangnya, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh Fiscus. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu arus kas para pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP dengan aparat pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.
  1. Tarif Pajak yang tinggi
            Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur. Banyak kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang terjaring. Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit. Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dari petugas pajak.
     Pada dasarnya terjadinya kompleksitas  antara aturan perpajakan dengan tuntutan klien dikarenakan klien tidak ingin mengalami kerugian dalam pembayara pajak, bahkan terkadang dapat melakukan kecurangan dalam perhitungan pajaknya yang dapat pula kecurangan tersebut melibatkan petugas perpajakan, maka disinilah diperlukannya peraturan perpajakan serta kode etik para petugas perpajakan agar pajak yang seharusnya untuk Negara tidak diselewengkan.


Daftar Pustaka

Armstrong, Marry Beth. 1993. Ethics and professionalism for CPAs. South-Western Publishing Co.
Bapepam.2002.”keputusan BAPEPAM Kep-20/PM/2002”. Available at http://bapepam.go.id.  Di unduh 7 November 2014
Elder, J, Mark S. Beasley, dkk. 2012. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia).  Jakarta: Salemba Empat
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
Mulyadi. 2010. Auditing. Edisi keenam. Jakarta : Salemba Empat.
pajak.go.id/ diunduh pada tanggal 7 november 2014.
Sekar Mayangsari. 2013. Auditing. Edisi 1. Jakarta : Media Bangsa.
Standar Profesional Akuntan Publik. 2011. Institut Akuntan Publik Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Salemba Empat.
Standar Profesional Akuntan Publik. 1994. Standar Auditing, Standar Atestasi, Standar Jasa Akuntansi dan Review. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS